torototheong

Media Berbagi Semoga ada Manfaatnya ...

Breaking

Thursday 3 October 2019

Cerpen : Kehidupan Keluarga Aisyah


Cerpen:
Kehidupan Keluarga Aisyah

(Emay Kusmayati, S.Pd.)



Lima tahun sudah Ridwan bekerja sebagai buruh pencari pasir, setelah ayahnya digerogoti penyakit pernafasan. Dia meneruskan pekerjaan ayahnya. Dalam bekerja Ridwan dibantu oleh adiknya. Mereka bekerja setelah pulang sekolah kecuali hari libur mereka bekerja seharian.
“Dik, kamu tinggal di rumah saja, biar kak Ridwan yang mencari pasir,” kata Ridwan pada Tino.
“Biar saja, Tino ikut kakak mencari pasir. Tino kasihan sama kakak, Tino ingin membantu kakak.” Kata Tino.
“Kamu masih kecil, biar kakak saja!” Ridwan melarang Tino untuk ikut dengannya.
“Tidak kak, Tino kuat kok!” Tino memaksa kakaknya agar dia diperbolehkan mencari pasir.
“Baiklah kalau begitu kakak tidak bisa melarang kamu,” kata Ridwan.
Sejak itu Tino selalu membantu kakaknya mencari pasir.


Mereka bekerja memeras keringat mengais rejeki bukan karena terpaksa tapi mereka melakukannya secara ikhlas demi baktinya kepada orang tua.
Mereka mencari pasir di sungai dengan debit air yang besar dan pada palung mereka bisa mengambil pasir.
Ridwan dan Tino bekerja ekstra hati-hati karena lengah sedikitpun akan berakibat fatal. Sewaktu-waktu banjir bisa datang. Mereka bekerja dengan menahan rasa dingin dan lapar.
Sering Tino menggigil kedinginan karena kelamaan berendam di dalam air. Ridwan hanya bisa berdiam diri dan merasa sedih bila melihat adiknya seperti itu. Hatinya sangat tersayat-sayat, sungguh berat beban yang dipikulnya.
Sejatinya seusia mereka belum waktunya untuk bekerja keras tetapi inilah permainan nasib. Ini merupakan self-education bagi mereka bukan sekedar retorika.
Meski demikian mereka ikhlas menerima keadaan seperti ini demi kedua orang tua dan adik-adiknya.
Ridwan merasa sedih kalau bapaknya muntah darah takut tidak bisa sembuh lagi.
“Ayah, ayah cepat sembuh ya, Ridwan tidak mau kehilangan ayah, Ridwan sangat mencintai ayah,” kata Ridwan menangis sambil memeluk ayahnya.
“Ayah tidak apa-apa, Ridwan. Kamu jangan bekerja seperti itu, nanti juga ayah sembuh.” Kata ayahnya menenangkan hati Ridwan.
Untuk sementara hati Ridwan merasa tenang tapi sebenarnya setiap saat selalu cemas takut terjadi hal yang tak diinginkan. Ridwan anak yang baik, hidupnya hanya untuk beribadah dan berbakti pada orang tua.
Ibu Ridwan sangat sedih dan tak tega melihat anaknya bekerja keras membanting tulang, tapi keadaanlah yang memaksa mereka seperti itu. Kecemasan selalu menyelimuti hatinya bila anak-anak sedang mencari pasir, takut tergelincir dan hanyut terbawa air.
Pasir yang telah terkumpul diantarkan Ridwan dan adiknya kepada pemesan. Ibunya ikut membantu. Kerja keras yang mereka lakukan tidak sepadan dengan apa yang didapat.
Satu blek pasir hanya  dihargai Rp. 1.250, kadangkala mereka tak membawa uang sebab hasil penjualan pasirnya diperhitungkan dengan utang ibunya.
“Ridwan maaf, ya! Untuk kali ini bapak tidak bisa memberikan uang sebab untuk pembayarannya sudah habis diperhitungkan dengan utang ibu kamu. Bagaimana?” kata pak Danu.
“Tidak apa-apa, Pak! Ridwan mengerti, “jawab Ridwan lesu. Mereka pun pulang dengan tangan hampa. Meski keadaan seperti ini tapi Ridwan tetap bersyukur masih punya ayah meskipun kondisinya sangat memprihatinkan.
Ridwan sangat bahagia sampai detik ini masih bisa bersekolah meskipun buku-buku pelajaran dipinjami teman, kemiskinan yang menderanya tak memupuskan harapannya untuk mencapai cita-cita.
Ridwan dan adiknya tak pernah kesal kepada orang tuanya. Meski ke sekolah tanpa uang jajan, diberi Rp. 500 kalau ada, itu pun sudah sangat beruntung. Mereka tetap semangat dan bertahan dalam kekurangan.
“Ridwan, Andi, ini uang jajannya Rp. 1000 dibagi dua, ya! Kata ibunya.
“Tidak usah, mak!” kata Ridwan dan Andi berbarengan.
“Untuk kali ini, Terima uang jajan dari Emak, ya! Emak ingin sekali memberi uang jajan setiap hari, tapi kalian tahu sendiri, bukan?” kata ibunya.
“Ya, mak! Aku mengerti,” kata Ridwan.
“Hati-hati di jalan ya, nak!” ibunya memperingatkan.
“Iya, mak! Assalamu’alaikum,” mereka memberi salam sambil mencium tangan emak.
“Waalaikum’salam,” emak salam membalas mereka.
Hati ibunya tersentuh memperhatikan anak-anaknya berangkat ke sekolah dengan langkah yang pasti, meski hidup dalam lingkaran kemiskinan.

Mereka menempati gubuk tua yang sudah reyot, mereka tidur beralaskan tikar tanpa bantal. Keadaan gubuk itu memang sudah tak layak dihuni oleh orang. Tapi mereka tidak kompleksitas terhadap suatu keadaan.
Untuk membiayai keluarganya ibunyapun bekerja sebagai buruh di ladang, dia menerima pekerjaan apapun asal menghasilkan uang. Sebagai penghasilan tambahan ibunya mencari rumput untuk memberi makan kambing orang lain. Setiap hari mencari rumput tapi tidak dibayar, nanti dibayar setelah kambing beranak.


Aisyah tak pernah mengeluh di depan suami dan anak-anak dengan beban yang dia pikul, Asiyah bekerja demi sesuap nasi demi anak-anak dan suami. Uang Rp. 10.000 yang didapatkan sangat berharga bagi mereka, sayang tidak setiap hari bisa dapat uang sebesar itu.
“Ya, Allah mudah-mudahan suami diberi kesembuhan, anak-anak diberi kesabaran dalam menjalani hidup ini.
Ini adalah kehidupan yang terbaik bagi kami menurut pandangan-Mu, ya Robbi. Belum tentu kami bila diberi kekayaan yang melimpah dapat bersujud syukur kepada-Mu, dapat lebih dekat kepada-Mu. Kami rela kami ikhlas, lebih baik kami kaya hati daripada kaya harta dan banyak berbuat dosa kepada-Mu.
Ya, Allah, terimalah ibadah kami, semoga engkau selalu melindungi kami dalam keimanan dan ketakwaan. Amin.”
Aisyah istri yang soleha, setiap saat selalu memanjatkan do’a kepada zat yang kuasa.
Jam satu-satunya yang terpajang di bilik gubuk yang reyot telah menunjukkan pukul satu. Hampir setiap malam bila tidak sakit, Aisyah selalu terbangun untuk melaksanakan sembahyang Tahajud.
Dalam keheningan malam, Aisyah menyapa Tuhan dengan kebeningan hati, menikmati dan mensyukuri alur hidup yang telah digariskan untuk meraih kehidupan yang husnul hotimah. Aamiin.
Cisaga, 26 Nopember 2012

================

Kita diperintahkan shalat dengan tata cara yang telah diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
“Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihatku shalat.” [HR. Bukhari]

Untuk Cek NISN, NPSN, NUPTK dan NUKS -klik pada gambar di bawah ...


Apabila ada yang salah "Mohon Maaf" mudah-mudahan berkenan mengoreksinya ...


Baca Juga  artikel ...

No comments:

Tetap Jaga Protokol Kesehatan