Cerpen:
Kehidupan Keluarga Aisyah
(Emay
Kusmayati, S.Pd.)
Lima
tahun sudah Ridwan bekerja sebagai buruh pencari pasir, setelah ayahnya
digerogoti penyakit pernafasan. Dia meneruskan pekerjaan ayahnya. Dalam bekerja
Ridwan dibantu oleh adiknya. Mereka bekerja setelah pulang sekolah kecuali hari
libur mereka bekerja seharian.
“Dik, kamu tinggal di rumah saja,
biar kak Ridwan yang mencari pasir,” kata Ridwan pada Tino.
“Biar saja, Tino ikut kakak mencari
pasir. Tino kasihan sama kakak, Tino ingin membantu kakak.” Kata Tino.
“Kamu masih kecil, biar kakak saja!”
Ridwan melarang Tino untuk ikut dengannya.
“Tidak kak, Tino kuat kok!” Tino
memaksa kakaknya agar dia diperbolehkan mencari pasir.
“Baiklah kalau begitu kakak tidak
bisa melarang kamu,” kata Ridwan.
Sejak
itu Tino selalu membantu kakaknya mencari pasir.
Mereka
bekerja memeras keringat mengais rejeki bukan karena terpaksa tapi mereka
melakukannya secara ikhlas demi baktinya kepada orang tua.
Mereka
mencari pasir di sungai dengan debit air yang besar dan pada palung mereka bisa
mengambil pasir.
Ridwan
dan Tino bekerja ekstra hati-hati karena lengah sedikitpun akan berakibat fatal.
Sewaktu-waktu banjir bisa datang. Mereka bekerja dengan menahan rasa dingin dan
lapar.
Sering
Tino menggigil kedinginan karena kelamaan berendam di dalam air. Ridwan hanya
bisa berdiam diri dan merasa sedih bila melihat adiknya seperti itu. Hatinya
sangat tersayat-sayat, sungguh berat beban yang dipikulnya.
Sejatinya
seusia mereka belum waktunya untuk bekerja keras tetapi inilah permainan nasib.
Ini merupakan self-education bagi mereka bukan sekedar retorika.
Meski
demikian mereka ikhlas menerima keadaan seperti ini demi kedua orang tua dan
adik-adiknya.
Ridwan
merasa sedih kalau bapaknya muntah darah takut tidak bisa sembuh lagi.
“Ayah, ayah cepat sembuh ya, Ridwan
tidak mau kehilangan ayah, Ridwan sangat mencintai ayah,” kata Ridwan menangis
sambil memeluk ayahnya.
“Ayah tidak apa-apa, Ridwan. Kamu
jangan bekerja seperti itu, nanti juga ayah sembuh.” Kata ayahnya menenangkan hati
Ridwan.
Untuk
sementara hati Ridwan merasa tenang tapi sebenarnya setiap saat selalu cemas
takut terjadi hal yang tak diinginkan. Ridwan anak yang baik, hidupnya hanya
untuk beribadah dan berbakti pada orang tua.
Ibu
Ridwan sangat sedih dan tak tega melihat anaknya bekerja keras membanting
tulang, tapi keadaanlah yang memaksa mereka seperti itu. Kecemasan selalu
menyelimuti hatinya bila anak-anak sedang mencari pasir, takut tergelincir dan
hanyut terbawa air.
Pasir
yang telah terkumpul diantarkan Ridwan dan adiknya kepada pemesan. Ibunya ikut
membantu. Kerja keras yang mereka lakukan tidak sepadan dengan apa yang
didapat.
Satu
blek pasir hanya dihargai Rp. 1.250,
kadangkala mereka tak membawa uang sebab hasil penjualan pasirnya
diperhitungkan dengan utang ibunya.
“Ridwan maaf, ya! Untuk kali ini
bapak tidak bisa memberikan uang sebab untuk pembayarannya sudah habis
diperhitungkan dengan utang ibu kamu. Bagaimana?” kata pak Danu.
“Tidak apa-apa, Pak! Ridwan
mengerti, “jawab Ridwan lesu. Mereka pun pulang dengan tangan hampa. Meski
keadaan seperti ini tapi Ridwan tetap bersyukur masih punya ayah meskipun
kondisinya sangat memprihatinkan.
Ridwan
sangat bahagia sampai detik ini masih bisa bersekolah meskipun buku-buku
pelajaran dipinjami teman, kemiskinan yang menderanya tak memupuskan harapannya
untuk mencapai cita-cita.
Ridwan
dan adiknya tak pernah kesal kepada orang tuanya. Meski ke sekolah tanpa uang
jajan, diberi Rp. 500 kalau ada, itu pun sudah sangat beruntung. Mereka tetap
semangat dan bertahan dalam kekurangan.
“Ridwan, Andi, ini uang jajannya Rp.
1000 dibagi dua, ya! Kata ibunya.
“Tidak usah, mak!” kata Ridwan dan
Andi berbarengan.
“Untuk kali ini, Terima uang jajan
dari Emak, ya! Emak ingin sekali memberi uang jajan setiap hari, tapi kalian
tahu sendiri, bukan?” kata ibunya.
“Ya, mak! Aku mengerti,” kata
Ridwan.
“Hati-hati di jalan ya, nak!” ibunya
memperingatkan.
“Iya, mak! Assalamu’alaikum,” mereka
memberi salam sambil mencium tangan emak.
“Waalaikum’salam,” emak salam membalas
mereka.
Hati
ibunya tersentuh memperhatikan anak-anaknya berangkat ke sekolah dengan langkah
yang pasti, meski hidup dalam lingkaran kemiskinan.
Mereka
menempati gubuk tua yang sudah reyot, mereka tidur beralaskan tikar tanpa
bantal. Keadaan gubuk itu memang sudah tak layak dihuni oleh orang. Tapi mereka
tidak kompleksitas terhadap suatu keadaan.
Untuk
membiayai keluarganya ibunyapun bekerja sebagai buruh di ladang, dia menerima
pekerjaan apapun asal menghasilkan uang. Sebagai penghasilan tambahan ibunya
mencari rumput untuk memberi makan kambing orang lain. Setiap hari mencari
rumput tapi tidak dibayar, nanti dibayar setelah kambing beranak.
Aisyah
tak pernah mengeluh di depan suami dan anak-anak dengan beban yang dia pikul,
Asiyah bekerja demi sesuap nasi demi anak-anak dan suami. Uang Rp. 10.000 yang
didapatkan sangat berharga bagi mereka, sayang tidak setiap hari bisa dapat
uang sebesar itu.
“Ya, Allah mudah-mudahan suami
diberi kesembuhan, anak-anak diberi kesabaran dalam menjalani hidup ini.
Ini adalah kehidupan yang terbaik
bagi kami menurut pandangan-Mu, ya Robbi. Belum tentu kami bila diberi kekayaan
yang melimpah dapat bersujud syukur kepada-Mu, dapat lebih dekat kepada-Mu.
Kami rela kami ikhlas, lebih baik kami kaya hati daripada kaya harta dan banyak
berbuat dosa kepada-Mu.
Ya, Allah, terimalah ibadah kami,
semoga engkau selalu melindungi kami dalam keimanan dan ketakwaan. Amin.”
Aisyah
istri yang soleha, setiap saat selalu memanjatkan do’a kepada zat yang kuasa.
Jam
satu-satunya yang terpajang di bilik gubuk yang reyot telah menunjukkan pukul
satu. Hampir setiap malam bila tidak sakit, Aisyah selalu terbangun untuk
melaksanakan sembahyang Tahajud.
Dalam
keheningan malam, Aisyah menyapa Tuhan dengan kebeningan hati, menikmati dan
mensyukuri alur hidup yang telah digariskan untuk meraih kehidupan yang husnul
hotimah. Aamiin.
Cisaga, 26
Nopember 2012
================
Kita diperintahkan shalat dengan tata cara yang telah diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
Kita diperintahkan shalat dengan tata cara yang telah diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
“Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihatku shalat.” [HR. Bukhari]
Untuk Cek NISN, NPSN, NUPTK dan NUKS -klik pada gambar di bawah ...
Baca Juga artikel ...
No comments:
Post a Comment