torototheong

Media Berbagi Semoga ada Manfaatnya ...

Breaking

Monday, 30 September 2019

Berkah Menyantuni Anak Yatim Piatu

Berkah Menyantuni Anak Yatim Piatu

(Emay Kusmayati, S.Pd.)

Meski aku tidak termasuk orang yang berkasta, bergelimang harta jauh dari cerita yang ada tapi aku bahagia. Matahari, bulan, bintang dan burungpun tahu. Aku bangga dilahirkan dalam keluarga yang sederhana.
Sejak aku lajang sampai berumah tangga, pekerjaanku hanyalah sebagai tukang ojek. Aku tidak merasa hina, pekerjaan ini menurutku adalah pekerjaan yang mulia daripada mengorupsi uang negara.  Berdasi tapi tak bernyali.
Aku bersahabat dengan Tarman, sesama tukang ojek.
Tarman sahabatku telah dikaruiai dua orang anak yang masih kecil. Aku sering kerumahnya dan kami akrab sekali.
Sungguh aku tidak menyangka, Tarman begitu cepat di panggil yang kuasa dan selang beberapa tahun istrinya pun meninggal dunia.


Sejak Tarman dan istrinya meninggal, aku menjadi lupa terhadap anak-anaknya. Aku baru menemui mereka ketika aku mau mengadakan kenduri.
Satu hari sebelum kenduri, istriku berbelanja ke pasar dengan mengendarai sepeda motor. Setelah selesai berbelanja ketika akan pulang, motor telah hilang dari tempat parkir.
Istriku waktu itu jadi sangat panik dan kalut mana kehilangan motor mana besoknya mau kenduri, bayangkan saja bagaimana kalutnya waktu itu.
Motor itu adalah modal satu-satunya untuk menafkahi keluarga. Istriku menangis terus tanpa henti.
 “Sudahlah Minah, kamu jangan menangis terus. Semuanya sudah terjadi, mau apa lagi? Ini sudah kehendak Allah, kita harus ikhlas menerimanya. Ini adalah cobaan, kita harus kuat, cobaan yang menimpa kita belum seberapa, di luar sana banyak cobaan yang lebih berat menimpa mereka.
Kita harus bersyukur, itu adalah cobaan yang sangat kecil, Allah menyayangi dan menegur kita agar tidak terlena.
Sudahlah harta itu hanya milik Allah dan akan kembali kepada Allah kita hanya dititipi harta untuk sementara saja.” kataku menyadarkan Minah.
“Ya ...mas, aku kini menyadari, ini semua cobaan dari Allah SWT. Aku menerimanya, aku tulus, aku ikhlas.” kata istriku.
“Nah, begitu. Aku suka dengan ucapanmu, itu adalah kata-kata dari seorang istri yang soleha. Ini bukan sebuah sanjungan yang berlebihan juga bukan permainan kata. Kamu juga senang kan punya suami seperti aku?” tanyaku dengan tersenyum.
“Ah... mas bisa aja, mas selalu memujiku.” kata Minah sambil melirikku dengan sedikit genit.
“Ya..... begitulah seharusnya, seorang suami yang  baik harus selalu memuji istrinya, menerima segala kekurangannya.” kataku sambil mencubit pipi Minah.
Entah kenapa waktu aku mengobrol dengan Minah, mendadak teringat pada kedua putra sahabatku, almarhum Tarman yang kini telah menjadi anak-anak yatim piatu dan tinggal bersama neneknya.
“Minah.... kenapa ya, aku mendadak teringat pada anak-anak almarhum sahabatku? Mungkinkah ini kehendak dari Allah?” tanyaku pada Minah dengan sedikit heran.
“Mungkin saja mas, kalau begitu segera temui mereka.” kata Minah.
Aku pun segera bergegas pergi untuk menemui mereka. Dalam perjalanan aku tak henti-hentinya berpikir, kenapa tiba-tiba aku teringat kepada kedua anak-anak almarhum. Aku juga merasa heran.
Ini adalah teka-teki yang sangat sederhana tapi tak pernah terpecahkan.
Setelah sampai di tempat tujuan, akupun tak sabar ingin segera bertemu dengan mereka.
Aku langsung menuju rumah Mak Ijah. Mak Ijah tiada lain adalah ibu dari almarhum sahabatku.
“Assalamu’alaikum,” aku memberi salam.
“Waalaikum’salam,” Mak Ijah menjawab salamku sambil membukakan pintu.
Tampaklah di depan mataku sesosok wanita yang telah uzur.
Dia mengernyitkan dahi lama menatapku.
“Mak Ijah masih ingat aku?” aku mendahului bertanya.
“Mh... kalau Mak tidak salah, ini Nak Pardi, ya? Mak Ijah balik bertanya.
“Iya, Mak! Ini Pardi,” jawabku
“Nak Pardi, maaf ya! Kalau tadi mak lama mengingat-ngingat, maklum sudah sangat tua dan sudah cukup lama Mak tidak bertemu Nak Pardi. Tumben datang kemari. Mak sangat senang sekali. Mak jadi teringat almarhum. Bagaimana keadaan keluarga disana?” tanya Ma Ijah sambil menitikkan air mata.
Sebelum menjawab pertanyaan Ma Ijah, aku terdiam sejenak menahan rasa haru yang terbawa hanyut dengan kesedihannya, tak terbendung meski ditahan-tahan air mata ini menetes juga.
Dengan menegarkan hati, aku mulai bicara.
“Aku yang harus minta maaf, Mak! Sejak kepergian almarhum, aku tidak pernah lagi bersilaturahmi kepada Mak Ijah, keadaan keluargaku, alhamdulillah baik-baik saja Mak. Aku sengaja datang kesini ingin bertemu dengan kedua anak-anak almarhum,” kataku.
“Oh.... ya, mereka ada di belakang, tentu mereka akan sangat senang sekali dengan kedatangan Nak Pardi. Baiklah tunggu sebentar, Mak akan panggilkan Rahmat dan Aisyah”. kata Mak Ijah.
Seketika aku jadi teringat kepada almarhum. Dia telah terbaring tenang di alam sana. Tersenyum melihat kedua anaknya yang walaupun masih kecil-kecil tapi sudah belajar mandiri tanpa ketergantungan kepada orang lain dan mereka rajin beribadah. Aku tahu karakter keduanya karena waktu amarhum masih hidup aku sering ke rumahnya.
Ya..... Tuhan. Anak-anak sekecil itu telah kehilangan dekapan hangat dan kasih sayang kedua orang tuanya.
Mereka telah diberi cobaan yang begitu berat, cobaan terhadapku tidak ada apa-apanya dibandingkan mereka, tapi mereka begitu tabah, begitu ikhlas. Aku salut. Aku jadi malu terhadap diriku sendiri. Ini sebuah pelajaran berharga bagiku. Pelajaran dari sebuah makna kehidupan yang sebenarnya bahwa segala sesuatu adalah milik Allah dan semuanya akan kembali kepada Allah, akan kembali kepada Sang Pemilik yang Abadi. Aku merasa berdosa. Darahku terasa mengalir begitu derasnya, di balik renungan diri.
“Nak, Pardi! Kenapa melamun? Ini Rahmat dan Aisyah,” kata Mak Ijah menyadarkanku dari lamunan.
“Oh... iya... iya... Mak, aku tadi teringat kepada almarhum,” kataku gugup.”
“Assalamu’alaikum, Paman.” Mereka berbarengan mengucapkan salam sambil bergantian menciumi tanganku.
“Waalaikum’salam. Apa kabar Rahmat dan Aisyah?” Aku bertanya kepada mereka.
“Baik, paman.” jawabnya serempak.
“Kenapa paman tidak pernah menemui Rahmat dan Aisyah setelah ayah dan ibu meninggal? Paman sudah lupa, ya kepada Rahmat dan Aisyah?” tanya Rahmat.
Ya..... Allah. Aku terhenyak seketika. Aku mencari-cari alasan yang paling tepat untuk mereka agar mereka tidak merasa kecewa. Aku tidak mau sampai melukai hatinya.
“Oh... tidak, sama sekali paman tidak lupa kepada kalian. Paman terlalu sibuk dengan pekerjaan,” aku memberi alasan.
“Aku percaya, paman tidak akan melupakan Rahmat, Aisyah dan juga nenek. Aku dan Aisyah senang sekali bisa bertemu kembali dengan paman. Mudah-mudahan paman selalu sehat.” kata Rahmat mewakili adiknya.
“Amin. Insya Allah paman akan sering menemui kalian.” kataku.
Setelah aku melepas kangen dengan mereka. Akupun berpamitan pulang. Dengan hati yang tulus dan ikhlas aku memberi uang Rp. 50.000,-
“Rahmat dan Aisyah, ini paman ada uang Rp. 50.000,- untuk kalian berdua.” kataku.
“Terima kasih, Paman! Mudah-mudahan mendapat ganti dari Allah yang berlipat-lipat,” kata Rahmat sambil mencium tanganku.
Setelah pertemuan yang pertama itu, secara rutin setiap bulan aku selalu menemui mereka dengan memberikan uang Rp. 50.000,-


Sejak aku menyantuni Rahmat dan Aisyah sampai sekarang alhamdulillah pekerjaanku sebagai tukang ojek tak pernah sepi, ada saja penumpang yang ingin memakai jasaku. Dalam menjalani kehidupan rumah tangga ini terasa ringan. Selain mengojek aku juga sering dimintai untuk menjualkan rumah ataupun motor oleh orang lain.
Dari jasa penjualan itu penghasilanku cukup lumayan.
Bukan hanya aku saja, istriku juga sering dimintai sebagai juru masak untuk kenduri kecil-kecilan di kampung-kampung. Alhamdulillah ini adalah imbalan dari Allah SWT, karena aku dengan tulus dan ikhlas telah menyantuni anak yatim piatu dari almarhum sahabatku.
“Alhamdulillah Minah, sejak kita menyantuni Rahmat dan Aisyah kehidupan kita berubah, kita telah punya motor lagi, langgananku bertambah banyak bahkan langgananku tidak terladeni semua,” kataku.
“Benar sekali Mas, aku juga banyak panggilan sebagai juru masak, juga kita dapat menyekolahkan anak-anak,” kata Minah.
Memang Allah SWT tidak pernah ingkar terhadap janjinya kepada umat yang selalu memberi sesuatu dengan rasa tulus dan ikhlas. Hakekatnya dengan menyantuni anak yatim piatu mata hatiku menjadi lebih terbuka untuk lebih mendekatkan diri kepada-Mu, ya Allah. Aku ingin hidupku selalu ada dalam dekapan-Mu sampai ajal menjemputku.
Kini hidupku tak lagi merasa terkejar-kejar dosa dengan selalu mengingat-Mu, ya Allah. Jangan biarkan darahku membeku lagi. Berikanlah kasih sayang-Mu kepadaku agar hidupku berjalan lurus selamanya. Aamiin.

Cisaga, 5 April 2014

================

Kita diperintahkan shalat dengan tata cara yang telah diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
“Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihatku shalat.” [HR. Bukhari]


Untuk Cek NISN, NPSN, NUPTK dan NUKS -klik pada gambar di bawah ...


Apabila ada yang salah "Mohon Maaf" mudah-mudahan berkenan mengoreksinya ...


Baca Juga  artikel ...


No comments:

Tetap Jaga Protokol Kesehatan