TRANSFORMASI PERAN PENGAWAS SEKOLAH SEBAGAI PEMBERDAYA
Oleh R. Komarudin Shaleh, M.Pd. A.
Peran Pengawas Sekolah sebagai Pemberdaya Peraturan Menteri PAN dan RB No. 21 Tahun 2010 pasal 5 menyatakan bahwa: “Tugas pokok Pengawas Sekolah adalah melaksanakan tugas pengawasan akademik dan manajerial pada satuan pendidikan yang meliputi penyusunan program pengawasan, pelaksanaan pembinaan, pemantauan pelaksanaan 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan, penilaian, pembimbingan dan pelatihan profesional guru, evaluasi hasil pelaksanaan program pengawasan, dan pelaksanaan tugas kepengawasan di daerah khusus”. Sasaran pengawasan (supervisi) akademik adalah kinerja guru dalam pembelajaran sedangkan sasaran pengawasan (supervisi) manajerial yaitu kinerja kepala sekolah dalam mengelola satuan pendidikan yang dipimpinnya. Sesuai dengan Standar Nasional
Pendidikan (SNP), supervisi akademik meliputi standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, dan standar penilaian; sedangkan supervisi manajerial meliputi standar tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, dan standar pembiayaan. Berdasarkan Permendikbud Nomor 15 Tahun 2018 “supervisi terhadap guru (akademik) dan tenaga kependidikan merupakan tugas kepala sekolah”.
Oleh karena itu supervisi yang dilakukan oleh pengawas sekolah adalah memastikan kepala sekolah melaksanakan supervisi terhadap guru dalam pembelajaran yang berpihak pada murid. Dalam melaksanakan supervisi ada beberapa model supervisi yang dapat dipertimbangkan oleh pengawas sekolah.
Menurut Sahertian (2010) ada empat model supervisi, yaitu model konvensional, model ilmiah, model klinis, dan model artistik.
a. Model Supervisi yang Konvesional (Tradisional) Model ini adalah model supervisi yang hanya untuk mengkoreksi kesalahan orang lain yang dilakukan supervisor dalam membimbing, oleh karena itu model ini sangat bertentangan dengan prinsip dan tujuan supervisi pendidikan.
b. Model Supervisi yang Bersifat Ilmiah Supervisi yang bersifat ilmiah memiliki ciri-ciri: dilaksanakan secara terencana dan kontinu, sistematis dan menggunakan prosedur serta teknik tertentu, menggunakan instrumen pengumpulan data, dan ada sumber data yang objektif yang diperoleh dari keadaan yang riil.
c. Model Supervisi Klinis Supervisi klinis adalah bentuk supervisi yang difokuskan pada peningkatan mengajar dengan melalui siklus yang sistematik, dalam perencanaan, pengamatan serta analisis yang intensif dan cermat tentang penampilan mengajar yang nyata, serta bertujuan mengadakan perubahan dengan cara yang rasional. Supervisi klinis adalah proses membantu guru-guru memperkecil kesenjangan antara tingkah laku mengajar yang nyata dengan tingkah laku mengajar yang ideal. Oleh karena itu supervisi klinis bertujuan membantu pengembangan profesional guru dalam pembelajaran melalui observasi dan analisis data secara objektif, teliti sebagai dasar 2 untuk usaha mengubah perilaku mengajar guru. Dalam konteks supervisi klinis ini, pengawas sekolah melakukan supervisi untuk memastikan kepala sekolah melaksanakan supervisi klinis yang memberdayakan guru.
d. Model Supervisi Artistik Supervisor yang mengembangkan model artistik akan menampakan dirinya dalam relasi dengan guru-guru yang dibimbing sedemikian baiknya sehingga para guru merasa diterima.
Adanya perasaan aman dan dorongan positif untuk berusaha maju. Sikap seperti mau belajar mendengarkan perasaan orang lain, mengerti orang lain dengan problema-problema yang dikemukakan, menerima orang lain sebagaimana adanya, sehingga orang dapat menjadi dirinya sendiri itulah supervisi artistik.
Dalam supervisi artistik, pengawas sekolah menjalin hubungan yang baik dengan kepala sekolah untuk memastikan kepala sekolah melaksanakan supervisi artistik yang memberdayakan guru untuk maju. Ilustrasi Implementasi Model Supervisi Sebagai pengawas sekolah, Pak Badu ketika melakukan pengawasan ke sekolah binaan hanya mengkoreksi kesalahan tanpa memberi solusi. Sedangkan Bu Ina ketika melakukan pengawasan sudah membawa data yang telah diperoleh sebelumnya dan membawa perencanaan untuk menindaklanjuti permasalahan yang dihadapi oleh kepala sekolah; Bu Ina juga telah menyiapkan instrumen yang akan digunakan untuk mendampingi kepala sekolah. Lain lagi dengan Bu Ani yang ketika melakukan pengawasan ke sekolah binaan, beliau mendengarkan permasalahan yang dikeluhkan oleh kepala sekolah, menganalisis akar masalahnya, kemudian memberi saran solusi untuk mengatasi masalah yang dihadapi oleh kepala sekolah. Sementara Pak Budi punya pengalaman lain ketika melakukan pengawasan ke sekolah binaan, beliau berkomunikasi secara akrab dengan kepala sekolah yang dibimbing, sehingga kepala sekolah merasa diterima; kepala sekolah merasa nyaman dan ada dorongan positif untuk maju. Selain model, dalam supervisi pendidikan dikenal juga pendekatan. Pendekatan yang digunakan dalam menerapkan supervisi modern didasarkan pada prinsi-prinsip psikologis.
Menurut Glickman dalam Sahertian (2010) ada tiga pendekatan supervisi, yaitu pendekatan direktif, pendekatan nondirektif, dan pendekatan kolaboratif.
a. Pendekatan Langsung (Direktif) Pendekatan direktif adalah cara pendekatan terhadap masalah yang bersifat langsung. Supervisor memberikan arahan langsung. Sudah tentu pengaruh perilaku supervisor lebih dominan. Pendekatan direktif ini berdasarkan pemahaman terhadap psikologi behaviorisme. Prinsip behaviorisme ialah bahwa segala perbuatan berasal dari refleks, yaitu respons terhadap rangsangan/stimulus. Oleh karena guru ini mengalami kekurangan, maka perlu diberikan rangsangan agar ia bisa bereaksi. Supervisor dapat menggunakan penguatan (reinforcement) atau hukuman (punishment). Pendekatan seperti ini dapat dilakukan dengan perilaku supervisor adalah: menjelaskan, menyajikan, mengarahkan, memberi contoh, menetapkan tolak ukur, dan menguatkan.
b. Pendekatan Tidak Langsung (Nondirektif) Pendekatan tidak langsung (nondirektif) adalah cara pendekatan terhadap permasalahan yang sifatnya tidak langsung. Perilaku supervisor tidak secara langsung menunjukkan permasalahan, tapi ia terlebih dulu mendengarkan secara aktif apa yang dikemukakan guru-guru. Ia memberi kesempatan sebanyak mungkin kepada guru untuk mengemukakan permasalahan yang mereka alami. Pendekatan nondirektif ini berdasarkan pemahaman psikologis humanistik. Psikologi humanistik sangat menghargai orang yang akan dibantu. Oleh karena pribadi guru yang dibina begitu dihormati, maka ia lebih banyak mendengarkan permasalahan yang dihadapi guru-guru. Guru mengemukakan masalahnya supervisor mencoba mendengarkan, memahami, apa yang dialami guru-guru. Perilaku supervisor dalam pendekatan nondirektif adalah: mendengarkan, memberi penguatan, menjelaskan, menyajikan, dan memecahkan masalah.
c. Pendekatan Kolaboratif Pendekatan kolaboratif adalah cara pendekatan yang memadukan cara pendekatan direktif dan non–direktif menjadi pendekatan baru. Pada pendekatan ini baik supervisor maupun guru bersama-sama, bersepakat untuk menetapkan struktur, proses dan kriteria dalam melaksanakan proses percakapan terhadap masalah yang dihadapi guru. Pendekatan ini didasarkan pada psikologi kognitif. Psikologi kognitif beranggapan bahwa belajar adalah hasil panduan antara kegiatan individu dengan lingkungan pada gilirannya nanti berpengaruh dalam pembentukan aktivitas individu.
Dengan demikian pendekatan dalam supervisi berhubungan pada dua arah. Dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Perilaku supervisor adalah sebagai berikut: menyajikan, menjelaskan, mendengarkan, memecahkan masalah, dan negosiasi. Ilustrasi Implementasi Pendekatan Supervisi Bu Ayu, sebagai pengawas sekolah memerintahkan kepala sekolah untuk selalu mengelola sekolah sesuai dengan standar nasional pendidikan (SNP). Ketika datang ke sekolah, Bu Ayu memeriksa dan menyampaikan kekurangan atau kesalahan berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut. Sedangkan Pak Bagus sebagai pengawas sekolah menyimak dengan seksama mengenai dua orang guru yang sering terlambat dari kepala sekolah. Walaupun Pak Bagus tahu cara penyelesaiannya, Pak Bagus tidak langsung menyampaikan kepada kepala sekolah, melainkan menanyakan secara detail tentang guru yang sering terlambat tersebut. Berdasarkan data tersebut Pak Bagus dan kepala sekolah berdiskusi untuk menemukan cara penyelesaian yang tepat. Kemudian kepala sekolah menindaklanjuti penyelesaian masalah berdasarkan hasil diskusi dengan pengawas sekolah. Lain lagi dengan pengalaman Pak Joko, dalam membatu kepala sekolah mengatasi permasalahan guru yang sering terlambat, Pak Joko sebagai pengawas sekolah berdiskusi dengan kepala sekolah untuk menjadwalkan pertemuan dengan guru tersebut. Mereka menyepakati apa saja yang akan dibicarakan kepada guru yang sering terlambat dari perespektif peran seorang guru. Setelah itu Pak Joko dan Kepala sekolah mengadakan pertemuan bersama guru tersebut untuk membuat komitmen konsekwensi keterlambatan mereka secara administratif.
Berdasarkan tugas pokoknya, pengawas sekolah berperan sebagai pembina, pemantau, penilai, pembimbing dan pelatih. Sebagai pembina, pengawas sekolah melakukan pembinaan terhadap guru dan kepala sekolah. Ketika pengawas sekolah melakukan pembinaan terhadap guru, kepala sekolah wajib hadir karena yang akan mendamping guru sehari-hari.
Hal ini penting, agar hasil pembinaan pengawas sekolah terhadap guru ditindaklanjuti oleh kepala sekolah. Sebagai pemantau, pengawas melakukan pemantauan keterlaksanaan pemenuhan delapan standar nasional pendidikan. Sebagai penilai, pengawas melakukan penilaian terhadap kinerja guru/kepala sekolah. Sebagai pembimbing dan pelatih, pengawas melakukan pembimbingan dan pelatihan berupa kegiatan pengawasan dalam peningkatan kemampuan guru/kepala sekolah untuk melaksanakan tugas pokoknya. Pelaksanaan peran pengawas sekolah sebagai pembina, pemantau, penilai, pembimbing dan pelatih harus mampu memberdayakan sekolah.
Menurut Wiles dan Bondi (1996) salah satu peran peran pengawas adalah memberdayakan orang, pengawas memerlukan sensitivitas pada fakta bahwa sekolah memiliki bermacammacam masyarakat belajar.
Menurut Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia dan KBBI “memberdayakan” berasal dari kata “daya” yang mendapat awalan ber menjadi kata”berdaya” artinya memiliki atau mempunyai daya. Daya artinya kekuatan, berdaya berarti memiliki kekuatan. Kata “berdaya” apabila diberi awalan pe- dengan mendapat sisipan –mmenjadi “pemberdaya” artinya orang yang membuat orang/fihak lain menjadi berdaya atau mempunyai kekuatan. Kata “berdaya” apabila diberi awalan pe- dengan mendapat sisipan –m- dan akhiran –an manjadi “pemberdayaan” artinya upaya/proses untuk membangun daya atau kekuatan. Kata “berdaya” apabila diberi awalan me- dengan mendapat sisipan –m- dan akhiran –kan menjadi “memberdayakan” artinya membuat sesuatu menjadi berdaya atau mempunyai kekuatan. Agar pengawas sekolah mampu melaksanakan perannya sebagai pemberdaya, maka pengawas sekolah harus berdaya, yaitu mempunyai daya atau kekuatan.
Indikator pengawas sekolah berdaya dapat dilihat dari kategori:
a. pengembangan diri dan orang lain;
b. kepemimpinan pembelajaran;
c. kepemimpinan manajemen sekolah; dan
d. kepemimpinan pengembangan sekolah (Peraturan Dirjen GTK Nomor 6565/B/GT/2020). Berikut ini disajikan indikator kompetensi dari setiap kategori. Kategori Indikator Pengawas Sekolah Berdaya Pengembangan diri dan orang lain Pengawas sekolah aktif mengikuti program pengembangan diri yang diadakan di dalam maupun di luar program sekolah penggerak serta melakukan refleksi dan mengimplementasikan hasil belajarnya secara konsisten. Pengawas sekolah memfasilitasi proses pengembangan komunitas belajar, membuat rencana program pengembangan diri bagi kepala sekolah sesuai kebutuhan setiap individu, dan memberikan umpan balik secara berkala. Kepemimpinan pembelajaran Pengawas sekolah mendampingi kepala sekolah dalam melakukan refleksi peningkatan kesadaran guru untuk melakukan pengembangan diri secara aktif dan mandiri. Pengawas sekolah mendampingi kepala sekolah dalam proses refleksi penerapan pembelajaran untuk peningkatan kualitas belajar di satuan pendidikan dan dilakukan secara rutin dengan melibatkan murid dan orang tua. Kepemimpinan manajemen sekolah Pengawas sekolah memfasilitasi proses pengembangan program sekolah untuk menciptakan ekosistem belajar yang aman dan nyaman bagi guru dan murid dengan melibatkan seluruh komponen sekolah. Kepemimpinan pengembangan sekolah. Pengawas sekolah mendampingi kepala sekolah dalam membangun mekanisme pelibatan orang tua dan/atau komunitas untuk terlibat dalam mengambil peran pada proses pengembangan sekolah. Sebagai pemberdaya, pengawas sekolah berupaya membuat kepala sekolah menjadi berdaya atau mempunyai kekuatan. Fokus pemberdayaan yang dilakukan oleh pengawas sekolah adalah kepala sekolah, dengan kepala sekolah berdaya diharapkan dapat memberdayakan guru, dan guru yang berdaya diharapkan dapat memberikan layanan pembelajaran yang berpihak pada murid sehingga murid berdaya dan potensinya berkembang. Pemberdayaan yang dilakukan oleh pengawas sekolah, kepala sekolah, dan guru semuanya bermuara pada sekolah menjadi berdaya. Indikator sekolah berdaya dapat dilihat dari lingkungan sekolah yang aman, nyaman, dan inklusif; hasil belajar murid meningkat; berpihak pada murid; kegiatan refleksi di sekolah membudaya.
B. Peran Pengawas secara Konkrit dalam Program Sekolah Penggerak Dalam Kepmendikbudristek Nomor 162/M/2021 Tentang Program Sekolah Penggerak dinyatakan bahwa, upaya untuk melanjutkan dan mengembangkan kebijakan peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kepmendikbudristek) menginisiasi Program Sekolah Penggerak. Program Sekolah Penggerak berupaya mendorong satuan pendidikan melakukan transformasi diri untuk meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah, kemudian melakukan pengimbasan ke sekolah lain untuk melakukan peningkatan mutu serupa. Secara umum, Program Sekolah Penggerak bertujuan untuk mendorong proses transformasi satuan pendidikan agar dapat meningkatkan capaian hasil belajar peserta didik secara holistik baik dari aspek kompetensi kognitif maupun non-kognitif (karakter) dalam rangka mewujudkan profil pelajar Pancasila. Transformasi yang diharapkan tidak hanya terbatas pada satuan pendidikan, melainkan dapat memicu terciptanya ekosistem perubahan dan gotong royong di tingkat daerah dan nasional sehingga perubahan yang terjadi dapat meluas dan terlembaga.
Sedangkan secara khusus Program Sekolah Penggerak bertujuan untuk:
1. meningkatkan kompetensi dan karakter yang sesuai dengan profil pelajar Pancasila;
2. menjamin pemerataan kualitas pendidikan melalui program peningkatan kapasitas kepala sekolah yang mampu memimpin satuan pendidikan dalam mencapai pembelajaran yang berkualitas;
3. membangun ekosistem pendidikan yang lebih kuat yang berfokus pada peningkatan kualitas; dan
4. menciptakan iklim kolaboratif bagi para pemangku kepentingan di bidang pendidikan baik pada lingkup sekolah, pemerintah daerah, maupun pemerintah.
Berdasarkan uraian di atas, peran konkrit pengawas sekolah adalah mendampingi sekolah untuk mewujudkan tujuan program sekolah penggerak. Untuk mencapai tujuan tersebut, sekolah penggerak mengembangkan kurikulum merdeka. Kurikulum merdeka merupakan penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya.
Adapun karakteristik kurikulum merdeka, yaitu sebagai berikut:
1. Pembelajarannya dirancang berbasis projek untuk pengembangan soft skills dan karakter (iman, taqwa, dan akhlak mulia; gotong royong; kebhinekaan global; kemandirian; nalar kritis; kreativitas).
2. Fokus pada materi esensial sehingga ada waktu cukup untuk pembelajaran yang mendalam bagi kompetensi dasar seperti literasi dan numerasi.
3. Fleksibilitas bagi guru untuk melakukan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan murid (teach at the right level) dan melakukan penyesuaian dengan konteks dan muatan lokal. Menurut Tatang Sunendar (2021), untuk mendukung program sekolah penggerak pengawas hendaknya menerapkan
4 AS kepanjangan dari Kualitas, Cerdas, Tuntas, dan Ikhlas. Pengawas sebagai decision support otoritas pendidikan di kabupaten, provinsi bahkan nasional maka dalam melakukan tupoksinya hendaknya berkualitas dari sisi program, cerdas dalam menyikapi kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan, dikerjakan tuntas saat diberi tugas dan terakhir ihlas dalam menerima akibat yang kurang berkenan yang terkait penugasan.
C. Merefleksikan Diri untuk Bertransformasi menjadi Pengawas Pemberdaya Sergiovani (Depdiknas, 2008) menyatakan bahwa: Tidak ada murid yang tidak berhasil dididik, yang ada adalah guru yang tidak berhasil mendidik. Tidak ada guru yang tidak berhasil dibina, yang ada adalah kepala sekolah yang tidak berhasil memimpin. Tidak ada kepala sekolah yang tidak berhasil memimpin sekolah, yang ada adalah pengawas sekolah yang tidak berhasil membina.
Pernyataan Sergiovani di atas menunjukkan penting dan strategisnya peran pengawas dalam ekosistem pendidikan. Menurut Tatang Sunendar (2021) dari tugas pokok dan kompetensi pengawas menunjukkan bahwa pengawas mempunyai peran strategis dalam memajukan pendidikan di Indonesia, namun peran tersebut kadang belum optimal dalam tataran implementasnya. Dalam setiap program yang dirintis baik oleh pusat maupun daerah hendaknya senantiasa menyertakannya, begitu juga proses pembinaan dan jenjang karier pengawas harus sejalan dengan peningkatan profesi guru dan kepala sekolah. Begitu penting dan strategisnya peran pengawas dalam memajukan pendidikan, sehingga keberhasilan sekolah merupakan indikator kesuksesan pengawas dalam melaksanakan tugas memberdayakan sekolah binaannya.
Demikian pula sebaliknya, salah satu faktor kegagalan sekolah merupakan indikator kegagalan pengawas dalam melaksanakan tugasnya. Salah satu faktor penting penentu keberhasilan pengawas adalah responsif dan adaptif terhadap perubahan yang bergerak cepat. Perubahan terkini dalam bidang pendidikan adalah kebijakan merdeka belajar. Program sekolah penggerak merupakan salah satu episode merdeka belajar (episode tujuh). Dengan responsif dan adaftif terhadap perubahan, secara tidak langsung pengawas telah melakukan transformasi diri. Transformasi adalah sebuah proses perubahan secara berangsur-angsur sehingga sampai pada tahap akhir, perubahan yang dilakukan dengan cara memberi respon terhadap pengaruh unsur eksternal dan internal yang akan mengarahkan perubahan dari bentuk yang sudah dikenal sebelumnya melalui proses menggandakan secara berulang-ulang atau melipatgandakan. Transformasi berasal dari kata berbahasa Inggris yaitu transform yang artinya mengendalikan suatu bentuk dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Transformasi adalah perubahan yang terjadi dari keadaan yang sebelumnya menjadi baru dan lebih baik. Dalam konteks pengawas sekolah, transformasi peran pengawas sekolah dari pengendali yang bersifat administratif menjadi pemberdaya yang memberdayakan sekolah untuk mencapai standar kinerja yang berfokus pada peningkatan pembelajaran murid.
Oleh karena itu pengawas sekolah bukan hanya sebagai supervisor,tetapi juga sebagai coach, trainer, mentor, dan fasilitator yang dapat memberdayakan sekolah. Sebagai supervisor, pengawas melakukan supervisi akademik dan supervisi manajerial terhadap sekolah binaannya. Sebagai coach, pengawas menghantarkan coachee (guru dan kepala sekolah) untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Sebagai trainer, pengawas memberikan training atau pelatihan kepada guru dan kepala sekolah untuk meningkatkan skill layanan pembelajaran yang berpusat pada murid. Sebagai mentor, pengawas membagikan pengalamannya untuk membantu mentee (guru dan kepala sekolah) mengembangkan dirinya. Sebagai fasilitator, pengawas membantu/memberi kemudahan kepada guru dan kepala sekolah dalam melaksanakan tugasnya.
No comments:
Post a Comment