Kematian Adalah Awal, Bukan Akhir
Manusia yang miskin iman atau mereka yang tidak punya keimanan sedikit pun tentang akhirat, memiliki pandangan yang salah tentang kematian dan kehidupan setelah itu. Inilah sebabnya, mereka percaya bahwa saat mereka kehilangan seseorang (karena kematian), mereka akan kehilangan untuk selamanya. Karena itu, menurut mereka, orang itu menyatu dengan tanah untuk sebuah kesia-siaan.
Sebaliknya, sebagian di antara mereka yang yakin akan
kebenaran akhirat boleh saja menangisi kematian seseorang. Akan tetapi, Allah
Maha adil. Orang yang mati akan diberikan tabungan amalannya di dunia dan
berdasarkan keputusan-Nya orang tersebut dibalas dengan kebaikan. Karena alasan
itulah, bagi orang-orang yang memiliki keyakinan kepada Allah dan hari akhir dan
karena itu hidup mengabdi kepada Tuhannya-kematian adalah gerbang menuju
kebahagiaan abadi. Akan tetapi, dari sudut pandang orang yang menafikan akhirat
dan meremehkan hari pembalasan, kematian adalah gerbang kesengsaraan abadi.
Karena itu, sulit bagi mereka untuk menilai kematian sebagai suatu kebaikan.
Bagi seorang muslim, kematian adalah awal dari sebuah kebebasan penuh.
Karena kematian dianggap sebagai hal terburuk yang dapat
terjadi pada siapa pun, namun sebenarnya merupakan kebaikan bagi orang-orang
beriman, maka reaksi mereka terhadap kematian dibedakan dengan jelas dari
akhlaq atau sikapnya akan hal itu. Sikap seorang mukmin terhadap kematian
digambarkan dengan jelas dalam ayat,
“Dan sungguh jika kamu gugur di jalan Allah atau meninggal, tentulah
ampunan Allah dan rahmat-Nya lebih baik (bagimu) dari harta rampasan yang
mereka kumpulkan.” (Ali Imran: 157)
Seperti halnya kehidupan, kematian seorang mukmin juga
membawa kebaikan. Dalam pandangan Allah, tingkatan istimewa menanti seorang
mukmin yang syahid saat berjuang karena-Nya, karena kesyahidan adalah sebuah
kemuliaan dan berkah yang memperbanyak balasan yang akan didapatnya di akhirat.
Kematian seorang mukmin yang menjadikan satu-satunya tujuan hidupnya adalah
menggapai ridha Allah dan mendapatkan surga-Nya, adalah sebuah peristiwa yang
agung. Dengan memahami kabar gembira yang dicantumkan di dalam Al-Qur`an ini,
seorang mukmin tidak pernah menangisi kematian mukmin lainnya yang mati karena
Allah. Sebaliknya, ia melihat kebaikan dan berkah dalam kematian itu, dan
mereka bergembira. Sesungguhnya, balasan terbesar adalah mendapatkan keridhaan
Allah dan surga-Nya.
Seorang mukmin yang menghabiskan waktunya untuk melayani
Allah akan dibalas dengan kebaikan. Contohnya Nabi Nuh a.s. yang diberi umur
panjang oleh Allah. Karena manusia mulia ini berjuang di setiap detik
kehidupannya, ia mendapatkan keridhaan Allah, kasih, dan surga-Nya. Usahanya
dalam menambah balasan pahala di akhirat.
Sebaliknya, kaum yang kufur cenderung terjerumus ke dalam
khayalan semu. Mereka mengira umur panjang adalah anugerah. Ayat di bawah ini
menjelaskan kekeliruan tersebut.
“Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka bahwa
pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya,
Kami memberi tangguh kepada mereka supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan
bagi mereka azab yang menghinakan.” (Ali Imran: 178)
Mereka yang menjadi bagian masyarakat bodoh yang menjadikan
kesenangan sementara di dunia ini satu-satunya tujuan hidupnya, menganggap umur
yang panjang sebagai kesempatan untuk menikmati kesenangan dunia. Karena itu,
mereka melupakan Allah dan hari pembalasan. Mereka tidak dapat menangkap nilai
waktu yang mereka habiskan sia-sia. Bagaimanapun juga, seperti yang disebutkan
dalam ayat di atas, waktu yang diberikan kepada mereka sebenarnya menghancurkan
diri mereka sendiri.
Seseorang yang memikirkan hal ini akan memahami sepenuhnya bagaimana kita bisa menentukan mana yang baik dan mana yang buruk, sesuai dengan pernyataan Allah, “Bisa jadi seseorang membenci sesuatu, padahal itu baik untuknya, dan mungkin seseorang mencintai sesuatu, padahal itu buruk untuknya.”
=======================================
No comments:
Post a Comment