Anak-anakku adalah Permataku, Anak-anakku adalah Berkahku
( Emay Kusmayati, S.Pd. )
Hari demi hari, aku merasa bosan tanpa kegiatan yang berarti. Perputaran jam terasa begitu lambat, ingin rasanya ku mempercepat putaran itu.
Setelah keluar dari sekolah aku hanya membantu pekerjaan ibu di rumah. Angan-angan untuk menjadi seorang pramugari selalu menghantui pikiranku dalam setiap langkah, akhirnya dengan tekad yang bulat, aku mencoba melamar jadi pramugari. Akupun mendatangi salah satu perusahaan penerbangan yang sudah punya nama di negeri ini. Mulai melamar sampai diterima ditangani oleh Mas Bambang, yang telah lama bekerja di perusahaan itu.
Pada saat terbang pertama, perasaanku tidak karuan. Ada rasa bahagia, takut, cemas, ya... waktu itu campur aduk.
Setelah penerbangan yang pertama selanjutnya aku sudah terbiasa. Aku senang sekali dapat melayani para penumpang dengan baik. Itu merupakan kepuasan tersendiri bagiku. Ya.... Tuhan..... terima kasih, cita-citaku telah Engkau kabulkan, bisa terbang berkeliling Indonesia, melihat pemandangan dari atas yang begitu menakjubkan.
Ya....Robbi sungguh Engkau Maha Kuasa.
Jam terbangku hanya 3 bulan saja, sebab akhirnya aku menikah dengan Mas Bambang. Aku disuruh berhenti bekerja.
Tadinya aku dengan Mas Bambang tidak punya hubungan khusus tapi setelah 3 bulan Mas Bambang memintaku untuk menjadi istrinya, tak pikir panjang akupun langsung menyetujuinya sebab Mas Bambang orangnya baik meski perbedaan usia cukup jauh.
“Fani, sudah beberapa bulan kita menjadi teman tapi aku menginginkan labih dari sekedar teman.” kata Mas Bambang pada waktu itu.
“Maksud Mas apa? Aku tidak mengerti!” tanyaku.
“Bolehkah aku menyampaikan sesuatu?”
“Ya... boleh. Apa sebenarnya yang mau Mas sampaikan?”
“Tapi sebelumnya, aku minta maaf.... ya.... bila aku lancang. Sebenarnya aku ingin menjalin hubungan yang lebih dalam lagi bukan hanya sebagai teman. Kamu mengerti bukan dengan maksud perkataanku?”
“Ya...aku mengerti Mas.” Kataku.
“Bagaimana apakah kamu mau menerimaku?” tanya Mas Bambang.
Sebelum menjawab pertanyaan Mas Bambang, aku terdiam beberapa saat karena merasa kaget.
“Ya... Mas, aku menerima Mas lebih dari sekedar teman.”
“Terima kasih Fani, terima kasih atas kesediaannya menerimaku.” Kata Mas Bambang sambil memegang tanganku.
Mas Bambang terlihat begitu gembira dengan penyataanku.
Tidak berapa lama Mas Bambang pun langsung melamarku sampai akhirnya naik ke pelaminan.
Aku sangat bahagia menjalani hidup rumah tangga degan Mas Bambang, tapi kebahagiaan kami terasa belum sempurna karena setelah beberapa tahun menikah, kami belum juga dikaruniai momongan.
Atas kesepakatan bersama, kamipun memutuskan untuk mengadopsi anak yatim dan anak yang kurang mampu.
Kini kebahagiaan dalam rumah tangga terasa sempurna meski kedua anakku hasil adopsi. Beberapa tahun kemudian alhamdulillah, kami pun dikaruniai seorang anak. Ketiganya kami besarkan dengan penuh kasih sayang, tak dibedakan antara anak adopsi dan anak kandung.
Anakku yang sulung sekarang telah menjadi seorang dokter, yang kedua bekerja di sebuah perusahaan sedangkan anakku masih kuliah. Dengan 3 anak belum cukup, kami mengadopsi lagi 2 orang anak. Jadi anakku punya dua orang kakak dan 2 orang adik. Kini keduanya masih sekolah di SLTP dan SLTA.
Meskipun aku keluar dari pekerjaan tapi aku punya usaha katering. Alhamdulillah usahaku maju pesat. Mungkin ini barokah dari Alloh karena aku telah mengurus anak-anak yatim dan anak-anak kurang mampu secara tulus dan ikhlas. Terima kasih Tuhan Engkau telah menuntunku ke jalan yang benar.
Aku tidak menyembunyikan keluarga dari keempat anakku tetapi mereka tetap memilih hidup bersamaku.
“Kalian semua memang bukan anak kandung ayah dan ibu. Ayah dan ibu membebaskan kalian untuk memilih karena sekarang kalian sudah dewasa, sudah punya pilihan. Apakah kalian mau kembali ke keluarga ataukah mau tetap tinggal bersama ayah dan ibu disini?” kataku kepada anak-anak.
“Tidak bu, kami ingin tinggal bersama ayah dan ibu selamanya disini meskipun kami sudah tahu keluarga kami yang sebenarnya. Kami tak mau berpisah sebab ayah dan ibu sudah kami anggap sebagai orang tua kandungku meski kami tidak lahir dari rahim ibu. Ayah dan ibu yang sudah membesarkan kami dengan penuh kasih sayang, telah menyekolahkan kami sehingga kami bisa menjadi seperti ini. Terima kasih ayah, terima kasih ibu, semoga kebaikan ibu dan ayah mendapat pahala yang berlipat ganda dari Alloh SWT. Amin.” Kata si sulung mewakili saudara-saudaranya.
Kamipun berangkulan menangis terharu.
Sebenarnya akupun takut sekali kehilangan mereka yang telah aku besarkan seperti anak kandungku sendiri. Kami telah merasa sekain sebaju, selauk senasi. Terima kasih Tuhan Engkau Maha Tahu. Ibuku sekarang tinggal bersama anak sulungku. Anakku sangat menyayangi ibuku begitupun sebaliknya. Aku sangat bahagia sekali karena si sulung telah memberiku seorang cucu yang lucu.
Di tengah kebahagiaan yang sedang kunikmati, Tuhan mengambil kembali orang yang sangat aku cintai, Mas Bambang telah mengahadap Yang Maha Kuasa. Aku merasa shok, betapa tidak Mas Bambang adalah kepala keluarga yang sangat bijak, lemah lembut dan penuh kasih sayang.
Pikiranku menjadi sempit. Alam terasa hitam, waktu terasa hilang. Apakah aku bisa hidup tanpa Mas Bambang? Dia adalah merupakan light (cahaya) dalam kehidupanku. Ya.... Tuhan inilah cobaan yang paling besar dalam hidupku. Mungkin ini alur hidup yang harus aku jalani. Tapi aku segera menyadari bahwa pada suatu saat pasti Tuhan akan mengambil kembali miliknya dan yang paling dekat dalam kehidupan adalah kematian. Sekarang aku tulus dan ikhlas melepas kepergian Mas Bambang. Aku sangat bersyukur Tuhan telah memberiku suami dan anak-anak yang soleh. Meskipun Mas Bambang sudah tidak ada, aku sangat terhibur oleh kelima anakku. Anak-anak yang patuh pada orang tua, iman dan taqwa kepada Sang Pencipta.
Terima kasih Tuhan atas kebahagiaan yang telah Engkau berikan. Nasehat Mas Bambang agar jangan memakan harta sendiri tapi harus membagi kebahagiaan dengan anak-anak yatim dan anak-anak dari keluarga tak mampu sampai kapanpun akan selalu ku ingat selama dunia ini masih setia berputar.
Sekepal petuah itu kini telah menjadi gunung dan setitik petuah itu kini telah menjadi laut.
Semoga Tuhan selalu melindungi kami.
Menuntun kami ke jalan yang benar.
Anak-anakku adalah permataku, anak-anakku adalah berkahku.
Semoga Mas Bambang di alam sana dapat beristirahat dengan tenang, tersenyum bahagia dalam rangkulan-Mu, .....Ya...... Rabbi.
Aamiin.
Cisaga, 11 Januari 2014
( Emay Kusmayati, S.Pd. )
Hari demi hari, aku merasa bosan tanpa kegiatan yang berarti. Perputaran jam terasa begitu lambat, ingin rasanya ku mempercepat putaran itu.
Setelah keluar dari sekolah aku hanya membantu pekerjaan ibu di rumah. Angan-angan untuk menjadi seorang pramugari selalu menghantui pikiranku dalam setiap langkah, akhirnya dengan tekad yang bulat, aku mencoba melamar jadi pramugari. Akupun mendatangi salah satu perusahaan penerbangan yang sudah punya nama di negeri ini. Mulai melamar sampai diterima ditangani oleh Mas Bambang, yang telah lama bekerja di perusahaan itu.
Pada saat terbang pertama, perasaanku tidak karuan. Ada rasa bahagia, takut, cemas, ya... waktu itu campur aduk.
Setelah penerbangan yang pertama selanjutnya aku sudah terbiasa. Aku senang sekali dapat melayani para penumpang dengan baik. Itu merupakan kepuasan tersendiri bagiku. Ya.... Tuhan..... terima kasih, cita-citaku telah Engkau kabulkan, bisa terbang berkeliling Indonesia, melihat pemandangan dari atas yang begitu menakjubkan.
Ya....Robbi sungguh Engkau Maha Kuasa.
Jam terbangku hanya 3 bulan saja, sebab akhirnya aku menikah dengan Mas Bambang. Aku disuruh berhenti bekerja.
Tadinya aku dengan Mas Bambang tidak punya hubungan khusus tapi setelah 3 bulan Mas Bambang memintaku untuk menjadi istrinya, tak pikir panjang akupun langsung menyetujuinya sebab Mas Bambang orangnya baik meski perbedaan usia cukup jauh.
“Fani, sudah beberapa bulan kita menjadi teman tapi aku menginginkan labih dari sekedar teman.” kata Mas Bambang pada waktu itu.
“Maksud Mas apa? Aku tidak mengerti!” tanyaku.
“Bolehkah aku menyampaikan sesuatu?”
“Ya... boleh. Apa sebenarnya yang mau Mas sampaikan?”
“Tapi sebelumnya, aku minta maaf.... ya.... bila aku lancang. Sebenarnya aku ingin menjalin hubungan yang lebih dalam lagi bukan hanya sebagai teman. Kamu mengerti bukan dengan maksud perkataanku?”
“Ya...aku mengerti Mas.” Kataku.
“Bagaimana apakah kamu mau menerimaku?” tanya Mas Bambang.
Sebelum menjawab pertanyaan Mas Bambang, aku terdiam beberapa saat karena merasa kaget.
“Ya... Mas, aku menerima Mas lebih dari sekedar teman.”
“Terima kasih Fani, terima kasih atas kesediaannya menerimaku.” Kata Mas Bambang sambil memegang tanganku.
Mas Bambang terlihat begitu gembira dengan penyataanku.
Tidak berapa lama Mas Bambang pun langsung melamarku sampai akhirnya naik ke pelaminan.
Aku sangat bahagia menjalani hidup rumah tangga degan Mas Bambang, tapi kebahagiaan kami terasa belum sempurna karena setelah beberapa tahun menikah, kami belum juga dikaruniai momongan.
Atas kesepakatan bersama, kamipun memutuskan untuk mengadopsi anak yatim dan anak yang kurang mampu.
Kini kebahagiaan dalam rumah tangga terasa sempurna meski kedua anakku hasil adopsi. Beberapa tahun kemudian alhamdulillah, kami pun dikaruniai seorang anak. Ketiganya kami besarkan dengan penuh kasih sayang, tak dibedakan antara anak adopsi dan anak kandung.
Anakku yang sulung sekarang telah menjadi seorang dokter, yang kedua bekerja di sebuah perusahaan sedangkan anakku masih kuliah. Dengan 3 anak belum cukup, kami mengadopsi lagi 2 orang anak. Jadi anakku punya dua orang kakak dan 2 orang adik. Kini keduanya masih sekolah di SLTP dan SLTA.
Meskipun aku keluar dari pekerjaan tapi aku punya usaha katering. Alhamdulillah usahaku maju pesat. Mungkin ini barokah dari Alloh karena aku telah mengurus anak-anak yatim dan anak-anak kurang mampu secara tulus dan ikhlas. Terima kasih Tuhan Engkau telah menuntunku ke jalan yang benar.
Aku tidak menyembunyikan keluarga dari keempat anakku tetapi mereka tetap memilih hidup bersamaku.
“Kalian semua memang bukan anak kandung ayah dan ibu. Ayah dan ibu membebaskan kalian untuk memilih karena sekarang kalian sudah dewasa, sudah punya pilihan. Apakah kalian mau kembali ke keluarga ataukah mau tetap tinggal bersama ayah dan ibu disini?” kataku kepada anak-anak.
“Tidak bu, kami ingin tinggal bersama ayah dan ibu selamanya disini meskipun kami sudah tahu keluarga kami yang sebenarnya. Kami tak mau berpisah sebab ayah dan ibu sudah kami anggap sebagai orang tua kandungku meski kami tidak lahir dari rahim ibu. Ayah dan ibu yang sudah membesarkan kami dengan penuh kasih sayang, telah menyekolahkan kami sehingga kami bisa menjadi seperti ini. Terima kasih ayah, terima kasih ibu, semoga kebaikan ibu dan ayah mendapat pahala yang berlipat ganda dari Alloh SWT. Amin.” Kata si sulung mewakili saudara-saudaranya.
Kamipun berangkulan menangis terharu.
Sebenarnya akupun takut sekali kehilangan mereka yang telah aku besarkan seperti anak kandungku sendiri. Kami telah merasa sekain sebaju, selauk senasi. Terima kasih Tuhan Engkau Maha Tahu. Ibuku sekarang tinggal bersama anak sulungku. Anakku sangat menyayangi ibuku begitupun sebaliknya. Aku sangat bahagia sekali karena si sulung telah memberiku seorang cucu yang lucu.
Di tengah kebahagiaan yang sedang kunikmati, Tuhan mengambil kembali orang yang sangat aku cintai, Mas Bambang telah mengahadap Yang Maha Kuasa. Aku merasa shok, betapa tidak Mas Bambang adalah kepala keluarga yang sangat bijak, lemah lembut dan penuh kasih sayang.
Pikiranku menjadi sempit. Alam terasa hitam, waktu terasa hilang. Apakah aku bisa hidup tanpa Mas Bambang? Dia adalah merupakan light (cahaya) dalam kehidupanku. Ya.... Tuhan inilah cobaan yang paling besar dalam hidupku. Mungkin ini alur hidup yang harus aku jalani. Tapi aku segera menyadari bahwa pada suatu saat pasti Tuhan akan mengambil kembali miliknya dan yang paling dekat dalam kehidupan adalah kematian. Sekarang aku tulus dan ikhlas melepas kepergian Mas Bambang. Aku sangat bersyukur Tuhan telah memberiku suami dan anak-anak yang soleh. Meskipun Mas Bambang sudah tidak ada, aku sangat terhibur oleh kelima anakku. Anak-anak yang patuh pada orang tua, iman dan taqwa kepada Sang Pencipta.
Terima kasih Tuhan atas kebahagiaan yang telah Engkau berikan. Nasehat Mas Bambang agar jangan memakan harta sendiri tapi harus membagi kebahagiaan dengan anak-anak yatim dan anak-anak dari keluarga tak mampu sampai kapanpun akan selalu ku ingat selama dunia ini masih setia berputar.
Sekepal petuah itu kini telah menjadi gunung dan setitik petuah itu kini telah menjadi laut.
Semoga Tuhan selalu melindungi kami.
Menuntun kami ke jalan yang benar.
Anak-anakku adalah permataku, anak-anakku adalah berkahku.
Semoga Mas Bambang di alam sana dapat beristirahat dengan tenang, tersenyum bahagia dalam rangkulan-Mu, .....Ya...... Rabbi.
Aamiin.
Cisaga, 11 Januari 2014
Kita diperintahkan shalat dengan tata cara yang telah diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
“Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihatku shalat.” [HR. Bukhari]
Baca Juga artikel -----
No comments:
Post a Comment