torototheong

Media Berbagi Semoga ada Manfaatnya ...

Breaking

Sunday, 1 August 2010

DONOR


DONOR DARAH, DONOR SUSU, DONOR SPERMA DAN DONOR ORGAN

Nama serta kegiatan yang berlebel “donor darah” sepertinya sudah tidak begitu asing, sejak pembelajaran di SD untuk seangkatan saya saja (sekitar tahun 1980) sudah dibahas dan dipelajari. Sehingga telinga ini sudah tidak begitu asing untuk mendengarnya ataupun mata tidak begitu asing untuk membacanya. Lain halnya dengan donor susu, donor sperma atau donor organ. Jenis donor ini khusus di telinga saya berposisi sebagai adik dari donor darah walaupun tidak tahu persis urutan kelahirannya.


Yang menarik perhatian saya adalah semacam ketersentakan pikiran. Dikatakan demikian karena sebelum-sebelumnya tidak terpikirkan lantas tiba-tiba kepikiran ketika adik-adik dari persaudaraan tadi ramai diapresiasi orang. Contohnya donor organ juga donor sperma di akhir Juli 2010 MUI mengeluarkan Fatwa bahwa hal tersebut tidak boleh dilakukan (khusus donor organ tidak boleh dilakukan ketika pendonor masih hidup). Apalagi trend baru donor susu sehingga muncul istilah bank susu (ASI) yang muncul dari rasa kepedulian kaum ibu khususnya pada bayi yang tidak bisa memperoleh ASI dari ibu kandungnya sendiri akibat berbagai situasi.


Dalam tulisan ini tidak akan mengulas banyak tentang donor sperma dan organ.

Khusus masalah susu- istilah yang pernah didengar “sepersusuan” ini sudah sejak dulu kala didengar dibangku sekolah. Agama islam sudah mengatur dan menyentuh kondisi sepersusuan ini dengan penjelasan berbagai akibat buruknya. Yang dimaksud bukan kegiatan buruk sepersusuannya _ agama pun tidak melarang_ yang dilarang adalah anak yang sepersusuan (menyusu kepada ibu yang sama) tidak diperkenankan menikah karena berpotensi menimbulkan berbagai keburukan yang terjadi. Artinya pendataan dari dan untuk siapa susu (ASI) itu mesti sangat ketat dan secara sadar juga terus menerus diketahui bahkan kalau perlu ada semacam sertifikatnya sehingga manjadi pegangan bagi anak-anak yang sepersusuan dalam melangkahi kehidupannya di masa yang akan datang.
Sejauh ini kegiatan sepersusuan saya pikir masih sangat diperhatikan terpantau/ diingat oleh para pelaku dan orang-orang disekitarnya ketika kegiatan sepersusuan itu sendiri masih berjalan kecil-kecilan (berskala kecil). Namun entah bagaimana ketika sampai muncul Bank Susu jika tanpa pendataan super akurat seperti yang saya uiraikan di atas.

Ketika menyadari potensi “kekacauan” berangkat dari persepsi yang sama terhadap sepersusuan (khusus dalam pandangan Islam – saya tidak tahu persis dari dari sudut pandang lain) tiba-tiba pikiranku tersentak--- susu saja mesti dengan pendataan akurat, bagaimana dengan darah?

Berangkat dari pemahaman terbatas tentang persamaan dan perbedaan susu dan darah, saya berpikir kalau sepersusuan saja tidak boleh menikah bagaimana dengan “sedarah” ( sedarah yang dimaksud disini orang menerima darah dari orang lain sehingga menjadi ada darah yang sama -walaupun dalam ukuran tertentu- dalam tubuhnya) (mohon maaf apabila istilah ini kurang tepat sebab kata sedarah sudah ada terlebih dahulu untuk maksud tertentu - yang penting “ada darah yang sama dalam tubuh yang berbeda” istilahnya terserah).

Serta merta mungkin muncul pendapat, itu kan emergency, untuk proses penolongan, menyangkut kehidupan dll. Saya pun berpendapat yang sama, hal ini pun dipandang persis dengan sepersusuan. Jadi bukan proses sesusunya atau buka proses donor darahnya tapi seberapa ketat akurat proses pendataanya sehingga dari data itu menjadi pegangan untuk hal-hal selanjutnya. Bukankah sesuatu hal yang mungkin saja terjadi seseorang yang didonor menikahi pendonornya atau anak-anak mereka antara pendonor dan yang didonor. Persilangan itu mungkin saja terjadi luput dari perhatian kita.

Kembali dari keterbatasan pemahaman, saya juga mengandai-andai mungkin dari sisi medis ada alasan lain yang tidak sama persis dengan sepersusuan. Misalnya karena darah itu sendiri jelas golongannya (sejauh teori sampai saat ini) dan aman ditranspusikan maka aman pula akan dampak-dampak berikutnya sehingga untuk kasus ini tidak bisa disamakan dengan proses sepersusuan. Itu baru jawaban yang bersifat mencari-cari tanpa ada dukungan teori dan pengetahun yang berkompeten. Sehingga masih menyisakan pertanyaan kuat. Mengapa donor darah tidak terperhatikan sebagaimana sepersusuan khususnya oleh MUI (sejauh perhatian saya yang mungkin luput dari keadaan sebenarnya bahwa mungkin saja MUI telah jauh-jauh memperhatikan)

Tulisan ini hanya semacam stimulus untuk memunculkan pemikiran kalau layak untuk dipikirkan atau sekedar stimulus untuk memunculkan penjelasan (jika memang sudah dipikirkan) sebab mungkin saja masih banyak orang-orang yang memiliki pertanyaan serupa. Atau setidak-tidaknya mungkin saja semacam stimulus dini untuk berpikir hal-hal lain saja yang sama sekali tidak tersangkut paut dengan yang saya pikirkan dan terjadi dalam lingkup kehidupan kita.

No comments:

Tetap Jaga Protokol Kesehatan