torototheong

Media Berbagi Semoga ada Manfaatnya ...

Breaking

Monday 15 November 2010

Pelajaran dari bah Maridjan

PELAJARAN DARI BAH MARIDJAN

Uju Gunawan.

Merapi mengamuk (pada waktu itu) memang sudah waktunya. Bah Maridjan tewas pun sudah waktunya. Segenap kejadian sudah demikian suratannya. Namun dibalik semua itu penuh pembelajaran berharga bagi kita. Kita senantiasa harus berupaya mencari jalan terbaik, mencari jalan aman. Kita harus selalu berusaha walaupun tidak diwajibkan untuk berhasil.

Seperti penomena meletusnya gunung merapi dengan kasus Bah Maridjan, ini banyak dikomentari dari berbagai sudut pandang. Kematian Bah Maridjan di apresiasi secara beragam. Ada yang seolah sangat membenarkan bahkan cenderung memuja sikap Bah Maridjan yang tak mau turun dalam rangka menjaga gunung merapi. Ada pula yang menyalahkan sikap yang tidak realistis menyikapi kejadian alam. Dilain pihak lagi menyalahkan karena tidak mematuhi himbauan pemerintah setempat yang menyuruh turun.

Kenapa bisa begini? Kesalahan prosedur dimana hingga terjadi seperti ini.

Banyak hal yang melatarbelakangi semuanya, namun tentu saja ini harus disikapi. Kasus seperti ini hendaknya tidak terjadi lagi.

Bah Maridjan yang sangat taat pada tugasnya sebagai penunggu merapi (dalam persepsinya) juga dilatar belakangi pengalaman hidup dengan literature-literatur ketaatan abdi dalem mempunyai ukuran-ukuran “disiplin kerja” tertentu dalam kapasitas tugasnya.
Plus pola pikir / keyakinan tertentu tentang hal-hal diluar jangkauan masa kini, membuat Bah Maridjan menentukan langkah yang mengantarkan pada akhir hidupnya.

Sikap apapun jika muncul dari pemikiran yang murni merasa benar -menurut persepsinya- menurut kapasitas keilmuannya – menurut kata hatinya plus keyakinannya maka benarlah ia, walau diluar sana serempak menyatakan salah. Mungkin kesalahannya adalah tidak mendengar suara diluar (yang lebih banyak) itupun kalau sedang dan sudah mendengar. Kalau belum maka yang ia lakukan adalah yang terbaik bagi dirinya.

Setiap prilaku apapun tergantung dari niatnya, maka ketika niat baik (dalam persinya) sekalipun dari berbagai sudut lain dipandang tidak baik maka hal itu diluar urusannya.
Maka untuk menjaga tidak terjadi persepsi tetap merasa benar kita senantiasa harus terbuka dan mencari ilmu serta pengetahuan seluas-luasnya.

Jika Bah Maridjan mengambil sikap atas dasar pikiran setianya pada tugas kerja dan tidak berniat meremehkan terhadap pemerintahan yang ada sekarang, sepertinya pantas dijadikan icon kesetiaan serta gambaran etos kerja yang luar biasa.

Atau mungkin Bah Maridjan dengan keyakinannya yang kuat punya keyakinan diluar jangkauan kita yang memang dimasa lalu hal-hal seperti itu memang benar adanya. Tidak mungkin seorang abdi dalem diberi tugas dan dibiarkan celaka dalam tugasnya, makanya kita seringkali dalam film (untuk saat ini) tiba-tiba ada yang berkelebat menyelamatkan seseorang pada saat-saat yang sangat genting. Mohon maaf – tidak mustahil- keyakinan seperti itu masih kuat tertanam dalam kelompok selevel generasi Bah Maridjan. Dan itu tidak salah, kembali apapun yang dilakukan tergantung niat yang melatar belakanginya.

Terlepas dari semuanya, selamat jalan Bah Maridjan mudah-mudahan mendapat ketenangan di sisi Allah SWT.

Dalam satu kesempatan Sultan Hamengkubuwono X menyatakan tugas Bah Maridjan bukan menunggu merapi tapi untuk mempersiapkan dan memimpin upacara ritual tahunan merapi. Sedangkan tentu saja menurut Bah Maridjan tidak seperti itu. Ditambah lagi memang Bah Maridjan menerima tugas dari Sultan sebelumnya. Plus hal-hal lain lagi. Andai saja ada tertulis rincian tugas Bah Maridjan termasuk salah satu poinnya berbunyi segera mengungsi apabila ada tanda-tanda merapi meletus mungkin akan lebih menjadi patokan kesetiaan yang jelas.

Pembicaraan dengan mengumbar apresiasi bebas seolah takkan ada hentinya, yang dirasa penting ditarik pelajaran dari peristiwa ini adalah:

Bahwa pekerjaan apapun mesti jelas dan tegas Tugas Pokok dan Fungsinya (Tupoksi) serta Job Deskripsi nya – deskrisi pekerjaannya. Hal ini mesti di pahami secara jelas oleh kedua belah pihak (Pemberi dan penerima tugas) dengan kacamata yang sama serta sudah dipikirkan matang-matang berbagai kemungkinan yang melingkupinya.

Tidak menutup kemungkinan masih berserakan kekurang berhasilan bangsa ini diakibatkan kurang jelas “rincian tugas kerja seseorang” / “tugas kerja jabatan seseorang” sehingga agak sulit mengukur diri serta sulit dipantau secara objektif untuk menilai bahwa pekerjaan sudah tepat atau masih menyimpang. Lebih gawat lagi ketika seseorang bingung/tidak tahu apa yang semestinya dikerjakan maka semakin mandeglah bangsa ini.

Pertanyaan selanjutnya.
Berkaitan dengan posisi pekerjaan dan tugas kita.
Apa rincian tugas kita? Mudah-mudahan kita bisa melaksanakannya sebaik mungkin.



Uju Gunawan, S.Pd. M.Pd
RT. 17/08 Karanganyar, Cijeungjing, Ciamis 46271
08122284481

No comments:

Tetap Jaga Protokol Kesehatan